Senin, 12 Desember 2011

PENGENALAN ULAR BERBISA DAN PENANGANANNYA


Ular merupakan salah satu jenis hewan melata (reptilia) yang sangat umum berada di sekitar kita. Mereka menghuni hampir sebagian besar wilayah mulai kawasan pegunungan, pemukiman penduduk, persawahan, kawasan karst hingga di sekitar kawasan pesisir. Peran mereka yang penting dalam menjaga keseimbangan di alam (ekosistem) menjadikan penting bagi kita untuk mengetahui lebih jauh mengenai jenis hewan ini.
Beberapa jenis ular dikenal berbahaya bagi manusia karena “bisa” (venom) yang mereka miliki. Banyak kasus gigitan ular yang berakibat fatal telah tercatat di berbagai wilayah di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir ini. Fakta ini mengakibatkan image yang buruk mengenai ular. Banyak yang menganggap bahwa semua ular berbisa, sehingga kebanyakan orang akan takut saat berjumpa dengan ular. Faktanya, hanya ular berbisa dan hanya sebagian dari kelompok ular tersebut yang mematikan bagi manusia. Oleh karenanya, kami menekankan pentingnya pengenalan jenis – jenis ular, baik yang berbisa maupun yang tidak. Diharapkan masyarakat menjadi lebih sadar dan mengerti sehingga tidak membunuhi mereka dengan membabi buta. Semoga kita menjadi lebih bijaksana dalam bertindak ketika menangani hewan ini. Oleh karena hal tersebut selanjutnya nanti akan dijelaskan sedikit mengenai membedakan ular yang berbisa dan tidak berbisa.
Kebanyakan orang membedakan ular berbisa dan tidak (berbisa) dari warna tubuhnya, bentuk tubuh, atau bentuk kepalanya yang segitiga serta gerakannya yang lambat. Akan tetapi cara ini tidak sepenuhnya berlaku untuk semua jenis ular. Banyak jenis ular yang tidak memiliki bentuk kepala segitiga tetapi memiliki bisa yang sangat kuat. Contohnya pada ular cabe (Manticora intestinalis). Jenis ular lain yang mirip dengan jenis ini adalah ular kepala dua (Cylindrophis rufus), sehingga sering kali orang keliru dan tidak berhati – hati dengannya. Jenis lain seperti ular gadung (Ahaetulla prasina) dan ular luwuk (Cryptelitrops albolabris) juga sering kali dianggap mirip karena warnanya yang sama – sama hijau. Padahal apabila diperhatikan keduanya memiliki perbedaan bentuk tubuh dan kepala yang sangat jelas. Belum ada cara yang sederhana untuk mengenali ular berbisa tinggi. Beberapa jenis ular tidak berbisa memiliki bentuk morfologi (tampakan luar) yang sangat mirip dengan jenis ular yang berbisa. Namun untuk jenis – jenis ular berbisa tinggi dan berbahaya yang tersebar di Jawa biasanya memiliki ciri khusus seperti ukuran, bentuk tubuh, warna, pola pewarnaan dan perilaku serta bunyi – bunyian tertentu yang mereka buat saat merasa terancam. Sebagai contoh, perilaku bertahan yang sudah banyak dikenal adalah perilaku dari ular kobra dimana mereka akan menegakkan tubuhnya, membuka tudungnya (hood), mendesis dan melakukan serangan difensif yang berulang – ulang. Pola warna pada ular juga dapat sangat bervariasi. Akan tetapi, beberapa pola pewarnaan seperti pola bulatan putih dikelilingi lingkaran hitam pada ular bandotan puspo, atau pola warna hitam dan kuning berselang – seling dari kepala hingga ke ujung tubuh pada ular welang dan weling juga dapat dibedakan dengan mudah. Desisan keras ular bandotan puspo juga merupakan peringatan dari ular tersebut.
Ular berbisa tinggi memiliki sepasang gigi besar di bagian depan rahang atasnya, dan disebut taring bisa. Taring bisa ini memiliki struktur yang berfungsi sebagai saluran bisa mirip seperti saluran pada jarum suntik. Pada jenis yang lain saluran tersebut terbuka seperti lekukan. Kedua struktur tersebut membantu ular berbisa untuk memasukkan bisa atau venom jauh kedalam jaringan tubuh mangsanya. Jika seseorang terkena gigitan ular berbisa, bisa umumnya akan diinjeksi ke jaringan di bawah kulit (subcutaneous) atau ke dalam jaringan otot (intramuscular). Kobra penyembur dari Asia (Naja sputatrix) dengan alur lekukan pada taring bisanya, mampu mengeluarkan bisa dengan sangat cepat keluar melalui ujung taring bisanya sehingga menghasilkan semburan bisa. Semburan tersebut umumnya diarahkan ke mata lawannya.
Ada tiga tipe taring bisa menurut letaknya di rahang atas, yakni:
  1. Opistoglypha, terletak pada bagian belakang rahang atas, pendek dan permanen. Terdapat pada beberapa jenis ular anggota famila Colubridae, contohnya: ular cincin emas, buhu, ular bajing, dan lain sebagainya.
  2. Proteroglypha, terletak pada bagian depan rahang atas. Permanen dan relatif pendek. Sebagian besar anggota famili Elapidae (kobra, ular anang, ular laut, ular cabe, dan sebagainya) memiliki taring bisa tipe ini.
  3. Solenoglypha, terletak pada bagian depan rahang atas, panjang dan melengkung serta dapat dilipat ke atas. Tipe taring bisa pada semua anggota famili Viperidae (bandotan puspo, edor, truno bamban, dsb)
Secara umum jenis – jenis ular berbisa tinggi di Asia Tenggara termasuk kedalam 4 famili atau keluarga yakni famili Colubridae, famili Elapidae, famili Homalopsidae dan famili Viperidae. Anggota famili Elapidae memiliki taring bisa yang pendek dan tidak dapat digerakkan (permanen). Kobra, ular anang, welang, weling, ular cabe dan ular laut termasuk dalam famili ini.

Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik di rumah sakit.
Adapun langkah – langkah penanganannya adalah sebagai berikut:
a) Jika terpatuk, langsung gunakan pembalut atau bahan lain yang serupa dan bebatkan dengan kencang. Bebatkan seluas mungkin daerah yang dipatuk. Usahakan menggunakan penyangga atau kain penggantung. Kurangi aktifitas atau gerakan korban untuk mencegah penyebaran bisa. Selalu posisikan daerah yang terpatuk lebih rendah dari jantung.
b) Jangan pernah memperlebar luka bekas gigitan karena dapat menyebabkan infeksi dan trauma pada korban. Juga jangan pernah menghisap darah dari bekas luka patukan. Selain beresiko jika ada luka pada mulut penolong, juga tidak terlalu efektif dalam mengurangi jumlah bisa yang masuk.
c) Penting untuk meyakinkan korban bahwa kemungkinan selamatnya tinggi karena telah banyak antivenom (baik monovalent maupun polivalent) di rumah sakit.
d) Jangan pernah izinkan pasien untuk meminum alkohol.
e) Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat – obatan tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
f) Kenali jenis ular yang mematuk. Apabila anda ragu dan agar lebih amannya maka bunuhlah ular yang mematuk agar hasil identifikasi lebih positif. Hal ini penting untuk menentukan pemberian antivenom yang monovalent, sehingga efeknya lebih tepat dan cepat. Jika tidak pun tidak apa – apa, sebab ada antivenom polyvalent yang dapat menetralisir bisa dari berbagai jenis ular.
Sumber dari :
Badan Pendidikan dan Latihan Wanadri. 2005. Teknik dasar hidup di alam bebas. Lembaga Penerbitan dan Buletin Wanadri
SEAR. 2007.The clinical management of snake Bites in the South East Asian Region. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Tanggal akses 25 April 2007. http://www.searo.who.int/en/Section10/Section17.htm


Perbedaan antara ular berbisa dan tidak berbisa


Kebanyakan orang akan merasa panik dan takut jika digigit ular. Sebenarnya hal ini bisa dihindari jika mengetahui ciri ular dan cara penanganannya. Kebanyakan orang menganggap semua ular berbahaya, dan bila bertemu akan berusaha membunuhnya. Terlebih jika tergigit ular, biasanya manusia melakukan penanganan gigitan yang berlebihan dan akibatnya malah jadi fatal dan merugikan manusia sendiri.  Sebaliknya jika penanganan efek gigitan ular berbisa tinggi dilakukan dengan lambat dan salah, maka dapat menyebabkan dampak yang fatal bagi korban.
Efek gigitan racun ular ke tubuh manusia selain ditentukan oleh kadar bisa/racun itu sendiri juga dipengaruhi dari daya tahan tubuh manusia yang digigit. Semakin baik “pertahanan” alami atau antibody yang dimiliki, dan semakin sehat metabolisme tubuh manusia, efek gigitan akan berkurang rasanya. Jika, dibandingkan dengan korban yang memiliki imunitas redah atau sedang dalam kondisi tidak fit.
Ular yang berbisa tinggi dan mematikan memiliki tipe gigi Proteroglypha dan Solenoglypha. Jika manusia tergigit kelompok ular ini, prinsipnya adalah segera mengeluarkan bisa keluar dari tubuh, hambat  laju racun menuju ke jantung dan secepat mungkin berikan pertolongan pertama yang tepat dan benar. Jika tidak tertolong dan salah penanganan akan berakibat cukup fatal yaitu kematian. Jika tertolong, biasanya akan meninggalkan cacat atau bekas pada gigitan. Sebenarnya, jumlah dan jenis ular berbisa tinggi lebih sedikit dibanding kelompok yang lain, kecuali semua jenis ular laut yang berbisa tinggi dan sangat mematikan.
Kandungan protein yang keluar pada taring ular, merupakan bisa ular. Jika kita mengamati dengan teliti, ada beberapa hal yang dapat membedakan ular yang berbisa tinggi dan berbisa rendah. Berikut adalah cara membedakan ciri  ular berbisa dan tidak berbisa. Tapi beberapa ciri berikut masih belum menunjukkan tingkatan bisa ular secara tepat hingga perlu pengamatan dan penelitian lebih lanjut.
Ciri ular berbisa rendah biasanya gerakannya cepat, takut pada musuh, agresif, beraktifitas pada siang hari, membunuh mangsanya dengan membelit, bentuk kepalanya bulat  telur (oval). tidak memiliki taring bisa, gigitannya tidak mematikan & setelah menggigit langsung lari
Sedangkan ciri ular berbisa tinggi adalah: Gerakannya lambat, tenang, penuh percaya diri, beraktifitas pada malam hari (nocturnal), membunuh mangsanya dengan menyuntikkan bisa, bentuk kepalanya cenderung segitiga sempurna atau seperti mata panah, memiliki taring bisa, racun mematikan, kanibal & setelah menggigit, ular akan tetap tak bergerak dari tempatnya
Tapi ada beberapa pengecualian yang tidak sesuai dengan ketentuan yaitu:
- Ular yang berbisa tinggi, tetapi kepalanya oval (bulat telur), agresif, keluar siang, malam, seperti King Kobra, Kobra Naja naja sputratix.
- Berbisa tinggi, tetapi kepala oval, gerakan tenang, contohnya Ular weling, Ular welang & Ular picung/pudak seruni.
- Tidak berbisa, keluar malam hari dan gerakan lamban, contoh: Semua jenis ular phyton dan ular boa & Ular Pelangi (Xenopeltis unicolor).

Senin, 25 April 2011

Green Tree Python - Chondro - Morelia viridis


Kita di Indonesia mengenalnya dengan nama ular chondro. Memiliki ukuran rata-rata 120cm, meski dia bisa mencapai 2m.
Merupakan ular yang unik karena melalui fase perubahan warna dalam kehidupannya. Ketika kecil berwarna merah, orange ataupun kuning. Kala remaja ketika mulai berubah warna akan memiliki perpaduan dari warna dasar ke warna hijau. Dan ketika dewasa normalnya berubah menjadi warna hijau. Memiliki strip maupun spot bermacam-macam dengan variasi warna mulai dari hijau, putih sampai agak kekuningan. Diketahui pula dia bisa mempunyai perubahan warna menjadi biru ketika dewasa. Habitat daerah asal ditemukannyalah yang membuat dia saling berbeda motif. Daerah tersebut diantaranya Jayapura, Lereh, Siklop, Karubaga, Enarotali, Mapenduma, Sarmi, Demta, Biak, Yapen, Nabire, Wamena, Merauke, Oksibil, Aru, Misool dan Kafiau. Hidup di hutan hujan. Berkembang biak dengan bertelur. Aktif di malam hari.

INFO: GTP baby suka dengan cicak/kadal karena ukurannya gede n enak buat dililit.. (selain karena di alamnya memang itu yang mudah didapat olehnya)
Jadi kita bisa dan muat kalau kasih GTP makan dengan pingkies merah kecil ataupun yang lebih besar (berbulu)
Makanya kalau mau kasih makan pingkies, mesti coba banyak ukuran pingkies juga yang cocok di hati GTP buat dilahap..
Bisa dibiarkan ditaruh dibiarkan di bawah, ataupun dengan diiming-iming depan mukanya.. Kalau dengan diiming, jangan dilepas dulu pegangan kita dibuntut pingkies sebelum sang GTP melilitnya, karena jika langsung dilepas suka tidak untuk dimakan, karena dia cuma berlaku menggigit sebagai proteksinya aja.
Keadaan ruang yang terang ataupun gelap juga bisa berpengaruh..
Belum lagi jarak batang tangkringan ke dasarnya serta luasan kandang ketika diberi umpan juga turut mempengaruhi keinginannya untuk makan.
Apakah ada patokan pastinya..?
Tidak ada kepastiannya.., karena sifat karakter masing-masing GTP bisa berlainan..
Dengan mencoba baru kita bisa kenal dengan masing-masing karakter peliharaan kita.. (ini sebenarnya bisa diterapkan untuk semua ular juga kecuali soal tangkringan)
Semoga berguna dan selamat mencoba :)
Chondro Map

ular Boa



Asal :
Mexico sampai dengan America Selatan termasuk kepulauan disekitarnya.
Size :
Boa constrictors adalah jenis ular yang besar dengan panjang yang bisa mencapai 8 s/d 12 feet dengan berat 30 s/d 60 pound, jenis betina biasanya bisa mencapai lebih besar dan panjang.

Umur Hidup:

Jika dipelihara dengan baik biasanya bisa mencapai umur 30 thn.

Penampilan Fisik:
Dengan pesatnya perkembangan jenis jenis yang baru maka untuk menentukan gambaran yang jelas mengenai ular ini sangat susah, tetapi secara umum boa menampilkan patern yang menyerupai sadle. Campuran warna biasanya dari abu-abu sampai coklat, biasanya ular yang masih kecil sedikit terang warna kulitnya dari pada yang sudah dewasa.

Kandang:
Boa yang baru menetas memerlukan biasanya aquarium seukuran 20 gallon, Tapi mereka cepat sekali menjadi besar dan memerlukan kandang yang lebih besar. Biasanya kandang yang dipakai adalah kandang yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya. Ukuran kandang minimum adalah 8 feet x 3 feet x 4 feet (T). dilarang menggunakan kayu yang belum di finishing karena akan berakibat pada susahnya dibersihkan dan dapat melukai ular.

Suhu:
Suhu 80 s/d 85 F pada siang hari dan 75 s/d 80 F pada malam hari, Pemanasan untuk berjemur 95 F. Pemanas dan Pencahayaan: Ular jenis ini memerlukan pencahayaan selama 12 jam, hal ini bisa disesuaikan apabila akan diternakkan, Sinar UV tidak perlu ditambahkan. Untuk mendapatkan pemanas yang diginkan,bisa diguanakan pemanas yang diletakan dibawah aquarium atau ceramic penghantar panas dan lampu pijar yang kurang dari 100 watt diatas kandang sangat dianjurkan. Pengguanan Batu pemanas kurang bagus karena bisa berakibat pada terbakarnya kulit ular.

Alas :
Kertas koran, Indoor / Outdoor Carpet dan serutan kayubisa digunakan, Serutan kayu Aspen bisa dipaki sebagai alas, jika menggunakan serutan kayu dilarang memberi makan dengan menaruh makanan pada dasarnya, karena akan menyebabkan tertelannya serutan dan berakibat pada pencernaannya.

Lingkungan :
Kotak persembunyian dan harus yang besar bisa ditaruh sebagai tempat untuk berjemur ataupun memanjat. Tempat air juga harus disediakan di dalam kandang yang ukurannya disesuakan dengna tubuhnya agar ular bisa berendam.

Pemberian Makan:

Ular Boa kecil diberi makan dengan tikus yang sudah berbulu, tapi bukan pinkys, Sementara ular boa yang agak besar bisa diberi makan dengan 3 tikus dewasa atau kelinci yang masih kecil, sekali setiap 2 s/d 3 minggu. Sedangkan boa yang masih kecil bisa diberi makan setiap minggu sekali untuk mempercepat pertumbuhannya.

Perawatan dan Pembersihan :
Kandang harus dibersihkan setiap hari, apa bila menggunakan indoor/outdoor carpet sangat disarankan mempunyai dua untuk dipakai bergantian, pastikan telah mencuci dan mengeringkan carpet sebelum di pakai lagi. Air yang di dalam kandang harus juga diganti setip hari guna menghindari bakteri yang mungkin masuk bersama kotoran ular. Sangat disarankan mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang ular.

Kamis, 21 April 2011

Ular Sanca kembang




Add caption



Add caption

Sanca kembang adalah sejenis ular tak berbisa yang berukuran besar. Ukuran terbesarnya dikatakan dapat melebihi 10 meter. Lebih panjang dari anakonda (Eunectes), ular terbesar dan terpanjang di Amerika Selatan. Nama-nama lainnya adalah ular sanca; ular sawah; sawah-n-etem (Simeulue); ular petola (Ambon); dan dalam bahasa Inggris reticulated python atau kerap disingkat retics.

Identifikasi

Sanca kembang ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Keluarga sanca (Pythonidae) relatif mudah dibedakan dari ular-ular lain dengan melihat sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, dan sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Di Indonesia barat, ada lima spesiesnya: tiga spesies bertubuh gendut pendek yakni kelompok ular peraca (Python curtus group: P. curtus, P. brongersmai dan P. breitensteini) di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
Dua spesies yang lain bertubuh relatif panjang, pejal berotot: P. molurus (sanca bodo) dan P. reticulatus. Kedua-duanya menyebar dari Asia hingga Sunda Besar, termasuk Jawa. P. molurus memiliki pola kembangan yang berbeda dari reticulatus, terutama dengan adanya pola V besar berwarna gelap di atas kepalanya. Sanca kembang memiliki pola lingkaran-lingkaran besar berbentuk jala (reticula, jala), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Dan masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala, melewati mata ke belakang.
Sisik-sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 70-80 deret; sisik-sisik ventral (perut) sebanyak 297-332 buah, dari bawah leher hingga ke anus; sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 75-102 pasang. Perisai rostral (sisik di ujung moncong) dan empat perisai supralabial (sisik-sisik di bibir atas) terdepan memiliki lekuk lubang penghidu bahang (heat sensor pits) yang dalam (Tweedie 1983).

Biologi dan Penyebaran

Ular-ular betina memiliki tubuh yang lebih besar. Jika yang jantan telah mulai kawin pada panjang tubuh sekitar 7-9 kaki, yang betina baru pada panjang sekitar 11 kaki. Dewasa kelamin tercapai pada umur antara 2-4 tahun.
Musim kawin berlangsung antara September hingga Maret di Asia. Berkurangnya panjang siang hari dan menurunnya suhu udara merupakan faktor pendorong yang merangsang musim kawin. Namun demikian, musim ini dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Shine et al. 1999 mendapatkan bahwa sanca kembang di sekitar Palembang, Sumatera Selatan, bertelur antara September-Oktober; sementara di sekitar Medan, Sumatera Utara antara bulan April-Mei.
Jantan maupun betina akan berpuasa di musim kawin, sehingga ukuran tubuh menjadi hal yang penting di sini. Betina bahkan akan melanjutkan puasa hingga bertelur, dan sangat mungkin juga hingga telur menetas (McCurley 1999).
Sanca kembang bertelur antara 10 hingga sekitar 100 butir. Telur-telur ini ‘dierami’ pada suhu 88-90 °F (31-32 °C) selama 80-90 hari, bahkan bisa lebih dari 100 hari. Ular betina akan melingkari telur-telur ini sambil berkontraksi. Gerakan otot ini menimbulkan panas yang akan meningkatkan suhu telur beberapa derajat di atas suhu lingkungan. Betina akan menjaga telur-telur ini dari pemangsa hingga menetas. Namun hanya sampai itu saja; begitu menetas, bayi-bayi ular itu ditinggalkan dan nasibnya diserahkan ke alam.
Sanca kembang menyebar di hutan-hutan Asia Tenggara. Mulai dari Kep. Nikobar, Burma hingga ke Indochina; ke selatan melewati Semenanjung Malaya hingga ke Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara (hingga Timor), Sulawesi; dan ke utara hingga Filipina (Murphy and Henderson 1997).

Sanca dan Manusia

Sanca --terutama yang kecil-- kerap dipelihara orang karena relatif jinak dan indah kulitnya. Pertunjukan rakyat, seperti topeng monyet, seringkali membawa seekor sanca kembang yang telah jinak untuk dipamerkan. Sirkus lokal juga kadang-kadang membawa sanca berukuran besar untuk dipamerkan atau disewakan untuk diambil fotonya.
Sanca banyak diburu orang untuk diambil kulitnya yang indah dan bermutu baik. Lebih dari 500.000 potong kulit sanca kembang diperdagangkan setiap tahunnya. Sebagian besar kulit-kulit ini diekspor dari Indonesia, dengan sumber utama Sumatra dan Kalimantan. Semua adalah hasil tangkapan di alam liar.
Jelas perburuan sanca ini sangat mengkhawatirkan karena mengurangi populasinya di alam. Catatan dari penangkapan ular komersial di Sumatra mendapatkan bahwa sanca kembang yang ditangkap ukurannya bervariasi antara 1 m hingga 6 m, dengan rata-rata ukuran untuk jantan 2.5 m dan betina antara 3.1 m (Medan) – 3.6 m (Palembang). Kira-kira sepertiga dari betina tertangkap dalam keadaan reproduktif (Shine et al. 1999). Hingga saat ini, ular ini belum dilindungi undang-undang. CITES (konvensi perdagangan hidupan liar yang terancam) memasukkannya ke dalam Apendiks II

CSTP-RIDER PEKALONGAN: modif mesin cs1

CSTP-RIDER PEKALONGAN: modif mesin cs1: "Mungkinkah Bore-UP Honda CS1? jawabannya mungkin banget! Honda CS1 memang masih menggunakan teknologi Single Over Head Camsaft (SOHC), d..."

Ular kepala dua [Cylindrophis ruffus]


Ular kepala-dua adalah sejenis ular primitif yang tidak berbisa. Dinamai demikian, karena perilakunya manakala merasa terganggu, ular ini menegakkan ekornya seolah-olah di situlah letak kepalanya pada kenyataannya kepala yang sesungguhnya disembunyikannya di bawah gulungan badannya.

Ular ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti, oray totog atau oray teropong (Sd.), majara (Toraja), ular gelenggang, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama Red-tailed Pipe Snake atau Common Pipe Snake, sementara nama ilmiahnya adalah Cylindrophis ruffus (Laurenti, 1768).

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Upafilum: Vertebrata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Upaordo: Serpentes
Famili: Cylindrophiidae
Genus: Cylindrophis
Spesies: C. ruffus
http://id.wikipedia.org/wiki/Ular_kepala-dua

Ular kisik [Xenochrophis vittatus]



Ular kisik adalah sejenis ular dari suku Colubridae. Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai ula lare-angon (ular anak gembala) karena ular yang jinak ini biasa menjadi permainan anak-anak gembala di Jawa Tengah. Namanya dalam bahasa Inggris adalah striped keelback, merujuk pada garis-garis memanjang dan bentuk sisik-sisik punggungnya yang berlunas (keeled). Nama ilmiahnya adalah Xenochrophis vittatus (Linnaeus, 1758).
Ular kisik merupakan ular darat yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular kisik terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik.

Ia sering didapati menyelusup di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Tidak jarang, pada saat matahari terbit ular ini telah terlihat menjalar di antara tanaman padi di sawah. Ular kisik juga kerap berkeliaran di pekarangan dan halaman rumah, terutama dekat genangan air.

Ular ini tidak seberapa takut dengan manusia. Anak-anak di pedesaan di Banyumas sering menangkapnya untuk dijadikan permainan karena ular ini tidak menggigit. Hanya saja, apabila merasa terganggu, ular kisik mengeluarkan bau tidak enak yang keras dari kelenjar di dekat anusnya. Apabila terjadi demikian, biasanya ular ini segera dilepaskan kembali oleh anak-anak tersebut.

Ular kisik terbatas menyebar di Sumatra, termasuk beberapa pulau di sekitarnya seperti Pulau We dan Bangka dan Jawa. Diintroduksi ke Singapura.

Ular kisik bertelur hingga delapan butir.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Upaordo: Serpentes
Famili: Colubridae
Genus: Xenochrophis
Spesies: X. vittatushttp://id.wikipedia.org/wiki/Ular_kisik