Sanca kembang adalah sejenis ular tak berbisa yang berukuran besar. Ukuran terbesarnya dikatakan dapat melebihi 10 meter. Lebih panjang dari anakonda (Eunectes), ular terbesar dan terpanjang di Amerika Selatan. Nama-nama lainnya adalah ular sanca; ular sawah; sawah-n-etem (Simeulue); ular petola (Ambon); dan dalam bahasa Inggris reticulated python atau kerap disingkat retics.
Identifikasi
Sanca kembang ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Keluarga sanca (Pythonidae) relatif mudah dibedakan dari ular-ular lain dengan melihat sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, dan sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Di Indonesia barat, ada lima spesiesnya: tiga spesies bertubuh gendut pendek yakni kelompok ular peraca (Python curtus group: P. curtus, P. brongersmai dan P. breitensteini) di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.Dua spesies yang lain bertubuh relatif panjang, pejal berotot: P. molurus (sanca bodo) dan P. reticulatus. Kedua-duanya menyebar dari Asia hingga Sunda Besar, termasuk Jawa. P. molurus memiliki pola kembangan yang berbeda dari reticulatus, terutama dengan adanya pola V besar berwarna gelap di atas kepalanya. Sanca kembang memiliki pola lingkaran-lingkaran besar berbentuk jala (reticula, jala), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Dan masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala, melewati mata ke belakang.
Sisik-sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 70-80 deret; sisik-sisik ventral (perut) sebanyak 297-332 buah, dari bawah leher hingga ke anus; sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 75-102 pasang. Perisai rostral (sisik di ujung moncong) dan empat perisai supralabial (sisik-sisik di bibir atas) terdepan memiliki lekuk lubang penghidu bahang (heat sensor pits) yang dalam (Tweedie 1983).
Biologi dan Penyebaran
Ular-ular betina memiliki tubuh yang lebih besar. Jika yang jantan telah mulai kawin pada panjang tubuh sekitar 7-9 kaki, yang betina baru pada panjang sekitar 11 kaki. Dewasa kelamin tercapai pada umur antara 2-4 tahun.Musim kawin berlangsung antara September hingga Maret di Asia. Berkurangnya panjang siang hari dan menurunnya suhu udara merupakan faktor pendorong yang merangsang musim kawin. Namun demikian, musim ini dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Shine et al. 1999 mendapatkan bahwa sanca kembang di sekitar Palembang, Sumatera Selatan, bertelur antara September-Oktober; sementara di sekitar Medan, Sumatera Utara antara bulan April-Mei.
Jantan maupun betina akan berpuasa di musim kawin, sehingga ukuran tubuh menjadi hal yang penting di sini. Betina bahkan akan melanjutkan puasa hingga bertelur, dan sangat mungkin juga hingga telur menetas (McCurley 1999).
Sanca kembang bertelur antara 10 hingga sekitar 100 butir. Telur-telur ini ‘dierami’ pada suhu 88-90 °F (31-32 °C) selama 80-90 hari, bahkan bisa lebih dari 100 hari. Ular betina akan melingkari telur-telur ini sambil berkontraksi. Gerakan otot ini menimbulkan panas yang akan meningkatkan suhu telur beberapa derajat di atas suhu lingkungan. Betina akan menjaga telur-telur ini dari pemangsa hingga menetas. Namun hanya sampai itu saja; begitu menetas, bayi-bayi ular itu ditinggalkan dan nasibnya diserahkan ke alam.
Sanca kembang menyebar di hutan-hutan Asia Tenggara. Mulai dari Kep. Nikobar, Burma hingga ke Indochina; ke selatan melewati Semenanjung Malaya hingga ke Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara (hingga Timor), Sulawesi; dan ke utara hingga Filipina (Murphy and Henderson 1997).
Sanca dan Manusia
Sanca --terutama yang kecil-- kerap dipelihara orang karena relatif jinak dan indah kulitnya. Pertunjukan rakyat, seperti topeng monyet, seringkali membawa seekor sanca kembang yang telah jinak untuk dipamerkan. Sirkus lokal juga kadang-kadang membawa sanca berukuran besar untuk dipamerkan atau disewakan untuk diambil fotonya.Sanca banyak diburu orang untuk diambil kulitnya yang indah dan bermutu baik. Lebih dari 500.000 potong kulit sanca kembang diperdagangkan setiap tahunnya. Sebagian besar kulit-kulit ini diekspor dari Indonesia, dengan sumber utama Sumatra dan Kalimantan. Semua adalah hasil tangkapan di alam liar.
Jelas perburuan sanca ini sangat mengkhawatirkan karena mengurangi populasinya di alam. Catatan dari penangkapan ular komersial di Sumatra mendapatkan bahwa sanca kembang yang ditangkap ukurannya bervariasi antara 1 m hingga 6 m, dengan rata-rata ukuran untuk jantan 2.5 m dan betina antara 3.1 m (Medan) – 3.6 m (Palembang). Kira-kira sepertiga dari betina tertangkap dalam keadaan reproduktif (Shine et al. 1999). Hingga saat ini, ular ini belum dilindungi undang-undang. CITES (konvensi perdagangan hidupan liar yang terancam) memasukkannya ke dalam Apendiks II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar